Berita KPU RI

Catatan Akhir Tahun 2022 KPU, Menyongsong Pemilu 2024

Jakarta, kab-blitar.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022-2027 telah menerima sejumlah penghargaan dan prestasi. Tentu bukan hanya prestasi KPU periode saat ini, karena penilaian dilakukan setidaknya satu tahun terakhir.  Artinya, ini juga menjadi prestasi, legacy, dan peninggalan KPU periode sebelumnya. Hal ini disampaikan Ketua KPU, Hasyim Asy’ari  dalam sambutan acara “Catatan Akhir Tahun 2022 KPU, Menyongsong Pemilu 2024”, di ruang rapat utama lantai 2, Kamis (29/12/2022).

“Di KPU ini ada aspek keberlanjutan kelembagaan maupun personil, sehingga tidak bisa kemudian penghargaan kepada KPU satu periode hanya diklaim keberhasilan KPU satu periode ini, tetapi sebagai kelanjutan dari keberhasilan yang sudah disiapkan oleh KPU periode sebelumnya,” ungkap Hasyim. 

Hasyim kemudian menjelaskan prestasi-prestasi yang telah dicapai KPU. Pertama, Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) KPU RI menerima Anugerah JDIH Nasional Terbaik I Tahun 2022 Kategori Lembaga Non-Struktural. Penghargaan diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly kepada Ketua KPU, Hasyim Asy’ari pada acara Pertemuan Nasional Pengelola JDIH Tahun 2022, di Jakarta, Selasa (18/10/2022).

 “Sejak tahun 2019 KPU telah menerima Anugerah JDIH Nasional Terbaik I Kategori Lembaga Non-Struktural. Tahun 2022 ini adalah tahun keempat KPU menerima anugerah pada kategori yang sama,” kata Hasyim.

Kedua, KPU berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan KPU Tahun 2021. “Semoga ini menjadi suatu langkah awal bagi KPU untuk mendorong prestasi dan peningkatan layanan KPU kepada masyarakat pada masa yang akan datang,” ucapnya. 

Ketiga, KPU menerima anugerah Reksa Bandha Pengelolaan Kekayaan Negara Tahun 2022 dari Kementerian Keuangan untuk tiga jenis kategori, yakni: Juara Kedua pada kategori Pemohon Lelang Noneksekusi Wajib; Juara Ketiga pada kategori Kualitas Pelaporan Barang Milik Negara untuk Kelompok Kementerian/Lembaga dengan Jumlah Satuan Kerja lebih dari 100 Satuan Kerja, dan Juara Ketiga pada kategori Utilisasi Barang Milik Negara untuk Kelompok Kementerian/Lembaga dengan Jumlah Satuan Kerja lebih dari 100 Satuan Kerja.

Penghargaan ini diberikan oleh Menteri Keuangan RI (Kemenkeu) atas kerja sama dan kinerja baik KPU selama tahun 2021 dan diterima langsung oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari, Anggota KPU Yulianto Sudrajat, dan Sekretaris Jenderal KPU, Bernad Dermawan Sutrisno, Rabu (23/11/2022) di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta.

Keempat, KPU meraih peringkat pertama Anugerah Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2022 Kategori Lembaga Non Struktural dengan perolehan nilai 98,68. Ketua KPU, Hasyim Asy’ari menerima langsung anugerah tersebut dari Ketua Komisi Informasi Pusat, Donny Yoesgiantoro, di Jakarta, Rabu (14/12/2022).

“Alhamdulillah KPU mendapatkan anugerah dari Komisi Informasi Pusat sebagai Lembaga Non Struktural dengan kategori paling Informatif, peringkat pertama. Ini sebagai sebuah hasil penilaian apa yang telah dikerjakan KPU dalam penyelenggaraan Pemilu setahun terakhir,” kata Hasyim. 

Penghargaan seperti JDIH dan PPID sebagai lembaga terbaik, menurut Hasyim menunjukkan bahwa KPU sudah berikhtiar dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan aspek asas akuntabilitas dan asas transparansi dalam penyelenggaraan pemilu. 

Ini mencari catatan penting KPU, serangkaian penghargaan adalah penilaian publik penilaian berbagai lembaga terhadap pelaksanaan atau implementasi asas akuntabilitas, transparansi, dan profesional.

Akuntabilitas memiliki dua makna. Pertama, KPU ini diharapkan bekerja dengan penuh tanggung jawab. Kedua, kerja-kerja KPU harus dapat dipertanggungjawabkan. Pada sisi ini undang-undang pemilu selalu memposisikan KPU sebagai ‘ter’, misalnya jika ada komplain terkait pendaftaran, partai dinyatakan tidak memenuhi syarat atau tidak lengkap sehingga tidak bisa lanjut ke tahapan berikutnya disediakan saluran, yakni mengadukan dugaan pelanggaran administrasi ke Bawaslu. posisi KPU di sini sebagai ‘terlapor’.

Kemudian, setelah penetapan partai dan ada keputusan KPU yang bersifat final dan mengikat tentang penetapan partai politik peserta pemilu, jika ada yang komplain mengajukan sengketa ke Bawaslu, posisi KPU menjadi ‘termohon’. Lalu, hasil akhir pemilu, jika ada yang komplain dan melapor ke Mahkamah Konstitusi, maka posisi KPU sebagai ‘termohon’. 

Selanjutnya, jika ada gugatan, tidak puas dengan keputusan Bawaslu dan berlanjut ke PTUN atau sampai ke Mahkamah Agung, posisi KPU sebagai ‘tergugat’. Terakhir, jika ada dugaan pelanggaran kode etik dan dilaporkan ke DKPP, maka posisi KPU menjadi ‘teradu’.

Mengapa posisi KPU selalu ‘ter’ menurut Hasyim adalah karena kewenangan yang diberikan undang-undang kepada KPU sangat besar dalam penyelenggaraan pemilu. Atau jika diajukan serangkaian pertanyaan mulai dari siapa yang diberi wewenang untuk menetapkan daftar pemilih, peserta pemilu, daerah pemilihan, menetapkan calon, menyelenggarakan kampanye, menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS, dan rekapitulasi dari tingkat kecamatan sampai tingkat nasional, siapa yang diberi wewenang untuk menetapkan hasil pemilu berupa perolehan suara, perolehan kursi, dan penetapan calon terpilih.

Tujuh pertanyaan ini, jika diajukan jawabannya satu, yakni KPU. Hal ini menunjukkan bahwa kewenangan KPU yang diberikan oleh undang-undang besar, karena kewenangan yang besar tersebut, dimungkinkan adanya potensi-potensi untuk penyalahgunaan atau penyelewengan. Oleh karena itu perlu dikawal dengan ketat oleh lembaga-lembaga yang telah disiapkan, seperti Bawaslu, DKPP, PTUN Mahkamah Konstitusi dalam rangka menjaga agar dalam implementasi atau penggunaan wewenang yang begitu besar dalam kepemiluan oleh KPU sesuai dengan koridor yang telah ditentukan.

“Kami KPU Pusat selalu menyampaikan kepada jajaran KPU provinsi, kabupaten/kota. Jangan pernah berkecil hati, jangan pernah mengeluh, dan jangan pernah kemudian sakit hati kalau dilaporkan ke Bawaslu, diadukan ke DKPP, ke PTUN, ke Mahkamah Konstitusi. Karena apa? karena memang konstruksi undang-undang yang demikian,” tegas Hasyim. 

Kedua, asas transparansi. Menurut Hasyim Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur salah satu  asas penyelenggara pemilu adalah transparan. KPU memaknai transparansi ini, pertama   open to document, kedua, access for information. Tugas KPU adalah menyampaikan perkembangan informasi kepemiluan kepada publik.

Asas profesional maknanya bahwa para anggota KPU harus punya kompetensi dalam penyelenggaraan pemilu. Kompetensi ini berbasis dua hal, yakni pengetahuan yang kedua pengalaman, sehingga bantuan dukungan dari perguruan tinggi dan asosiasi profesi keilmuwan adalah bagian dari upaya peningkatan profesionalitas anggota KPU dan jajaran sekretariat KPU di semua tingkatan. [humaskpu dio/foto_/ed dio]

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 88 kali